A.
Pengertian
Perlawanan
Verzet secara bahasa merupakan kata yang diambil dari bahasa Belanda yang
artinya perlawanan.[1]
Sedangkan verzet menurut istilah adalah upaya hukum terhadap putusan yang
dijatuhkan diluar hadirnya tergugat. Ketentuan Undang-Undang yang mengatur hal
tersebut dijelaskan dalam Pasal 125 ayat (3) jo Pasal 129 HIR, Pasal 149 ayat
(3) jo Pasal 153 Rgb. Pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak
tergugat yang pada umumnya dikalahkan.[2]
Apabila tergugat dihukum denganputusan tanpa kehadirannya (verstek), maka ia
berhak mengajukan verzet.
Dengan adanya verzet maka kedudukan tergugat adalah pelawan (opposant),
sedangkan pihak terlawan adalah penggugat asal yang akan diletakkan beban
pembuktian. Jadi dengan demikian pemeriksaan verzet yang diperiksa adalah
gugatan penggugat, maka penggugat mempunyai kewajiban untuk membuktikan
dalil-dalil gugatannya. Adapun mengenai praktek upaya hukum verzet ini harus
dinyatakan oleh tergugat secara tegas, bila tidak dinyatakan secara tegas maka
verzet dinyatakan tidak dapat diterima.[3]
Sedangkan keterkaitan verzet bila dihubungkan dengan putusan verstek
mengandung arti bahwa tergugat melawan putusan verstek atau tergugat mengajukan
perlawanan terhadap putusan verstek. Tujuan melakukan perlawanan ialah agar
terhadap putusan itu dilakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh sesuai
dengan pemeriksaan kontradiktor dengan
permintaan supaya putusan verstek dibatalkan, serta sekaligus meminta agar
gugatan penggugat ditolak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa verzet
merupakan pemberian kesempatan yang wajar kepada tergugat untuk membela kepentingannya
atas kelalaiannya tidak menghadiri persidangan diwaktu yang lalu.[4]
Perlawanan terhadap putusan merupakan hak yang diberikan oleh
undang-undang bagi setiap orang untuk
mempertahankan hak-haknya, namun hal ini terbatas kepada tergugat saja dan
tidak termasuk penggugat. Sebaliknya pada ketentuan undang-undang menurut Pasal
8 ayat 1 UU.20/1947 tentang pengadilan peradilan ulangan dan Pasal 200 R.Bg
apabila penggugat meminta banding maka tertutup hak tergugat mengajukan verzet.
Hak ini diberikan kepada penggugat untuk mensejajari perlakuan yang seimbang dengan
tergugat. Kepada tergugat diberi upaya verzet dan kepada penggugat upaya
banding. Jika undang-undang tidak memberi hak banding kepada penggugat berarti
hukum mematikan haknya meminta koreksi terhadap putusan verstek yang telah
dijatuhkan oleh Pengadilan tingkat pertama.[5]
B.
Proses Pengajuan Verzet
Tuntutan verzet dibuat seperti gugatan biasa, yaitu tertulis dan
ditandatangani oleh tergugat sendiri atau oleh kuasanya apabila ia telah
menunjuk kuasa khusus, atau telah ditandaangani oleh hakim bagi yang tidak
dapat membaca dan menulis, dengan menunjuk nomor putusan verstek yang dilawan
itu. Surat tuntutan verzet dibuat rangkap enam atau lebih menurut kebutuhan,
tiga rangkap untuk majlis, satu rangkap untuk berkas, dan untuk masing-masing
penggugat dan tergugat disesuaikan dengan jumlah mereka.
C.
Perlawanan
Diajukan Kepada PN yang Menjatuhkan Putusan Verstek
Kewenangan menerima dan memeriksa perlawanan, jatuh menjadi
yurusdiksi semula yang menjatuhkan verstek. Dengan demikian, agar permintaan
perlawanan memenuhi syarat formil:
1.
Diajukan oleh tergugat sendiri atau
kuasanya
2.
Disampaikan kepada PN yang
menjatuhkan putusan verstek sesuai dengan batas tenggang waktu yang ditentukan
Pasal 129 ayat (2) HIR
3.
Perlawanan ditujukan kepada putusan
verstek tanpa menarik pihak lain, selain daripada penggugat semula.
4.
Penegasan mengajukan perlawanan
kepada PN yang semula menjatuhkan putusan verstek, digariskan dalam Pasal 129
ayat (3) HIR.
D.
Perlawanan terhadap Verstek, Bukan Perkara Baru
Perlawanan
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena
itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, akan tetapi,ada lain merupakan
bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan
putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Sehubungan dengan itu,
Putusan MA No. 307K/Sip/1975 memperingatkan, bahwa verzet terhadap verstek
tidak boleh diperiksa dan diputus sebagai perkara baru. Sedemikian eratnya
kaitan antara perlawanan dengan gugatan semula, menyebabkan opposant sama
persis dengan tergugat asal dan terlawan (geopposeorde) adalah penggugat asal.
Demikian penegasan Putusan MA 493K/Pdt/1983 yang mengatakan dalam proses verzet
atau verstek, pelawan tetap berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai
penggugat
E.
Perlawanan
Mengakibatkan Putusan Verstek Mentah Kembali
Apabila
diajukan verzet terhadap putusan verstek, dengan sendirinya menurut hukum:
1.
Putusan verstek menjadi mentah
kembali
2.
Eksistensinya dianggap tidak pernah
ada (never existed)
3.
Oleh karena itu, jika terhadapnya
diajukan perlawanan, putusan verstek tidak dapat dieksekusi, meskipun putusan
itu mencantumkan amar dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar by
voorraad).
F.
Hak melakukan
perlawanan terhadap putusan verstek
Sesuai
Pasal 129 HIR/153 RBg., Tergugat/ Para Tergugat yang dihukum dengan Verstek
berhak mengajukan verzet atau perlawanan dalam waktu 14 (empat belas) hari
terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu kepada Tergugat
semula jika pemberitahuan tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang
bersangkutan. (Pasal 391 HIR: dalam menghitung tenggang waktu maka tanggal/
hari saat dimulainya penghitungan waktu tidak dihitung).
Jika
putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada Tergugat sendiri dan pada waktu
aanmaning Tergugat hadir, maka tenggang waktunya sampai pada hari kedelapan
sesudah aanmaning (peringatan).
Jika
Tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning maka tenggang waktunya adalah hari
kedelapan sesudah Sita Eksekusi dilaksanakan. (Pasal 129 ayat (2) jo. Pasal 196
HIR dan Pasal 153 ayat (2) jo. Pasal 207 RBg). Kedua perkara tersebut (perkara
verstek dan verzet terhadap verstek) berada dalam satu nomor perkara.
Perkara
verzet sedapat mungkin dipegang oleh Majelis Hakim yang telah menjatuhkan
putusan verstek.
Hakim yang
melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa
gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan. Pemeriksaan
perkara verzet dilakukan secara biasa (lihat Pasal 129 ayat (3) HIR, Pasal 153
ayat (3) RBg. dan SEMA No.9 Tahun 1964).
Apabila
dalam pemeriksaan verzet pihak penggugat asal (Terlawan) tidak hadir, maka
pemeriksaan dilanjutkan secara contradictoire, akan tetapi apabila Pelawan yang
tidak hadir maka Hakim menjatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya.
Terhadap putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya ini tidak dapat diajukan
perlawanan, tetapi bisa diajukan upaya hukum banding (Pasal 129 ayat (5) HIR
dan Pasal 153 ayat (5) RBg).
Apabila
verzet diterima dan putusan verstek dibatalkan maka amar putusannya berbunyi:
1. Menyatakan Pelawan adalah pelawan
yang benar.
2. Membatalkan putusan verstek.
3. Mengabulkan gugatan penggugat
atau menolak gugatan pengugat.
4. Apabila verzet tidak diterima dan
putusan verstek tidak dibatalkan, maka amar putusannya berbunyi :
a.
Menyatakan
pelawan adalah pelawan yang tidak benar.
b.
Menguatkan
putusan verstek tersebut.
c.
Terhadap
putusan verzet tersebut kedua belah pihak berhak mengajukan banding. Dalam hal
diajukan banding, maka berkas perkara verstek dan verzet disatukan dalam satu
berkas dan dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama dan hanya ada satu nomor perkara.[6]
[1] Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang : Aneka Ilmu,
1997), hlm.881.
[2] Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia,
(Yogyakarta : Liberty, 2002), hlm.224.
[3] Dadan Muttaqien, Dasar-Dasar Hukum Acara Perdata,
(Yogyakarta : Insania Citra Pres, 2006), hlm.71.
[4] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2006), hlm.400.
[5] M. Yahya Harahap, Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses
Pemeriksan Perkara Perdata dalam Tingkat Banding, (Jakarta : Sinar Grafika,
2006), hlm.102.
[6] Pedoman Teknis Administrasi dan
Teknis Peradilan Agama/Mahkamah Syar'iyah, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung
RI, Jakarta, 2009, hlm. 386-387. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor:
KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar